Tags

, ,

Title : Your Name, Please

Genre : nggak tau ‘_’

Cast : liat tag *plak!

Oke, saya balik (bentar) dulu buat ngisi kekosongan di kalender wp *tiuptiup debu*
maaaaff banget kalo udah gapernah pablis apa-apa lagi, soalnya agak sibuk sama kegiatan kuliah, dan laptop ini terlalu kejam untuk ngebiarin saya berleha-leha lebih lama, dia lebih suka eror -___-

Warning aja nih, ff ini dari judulnya aja udah nggak meyakinkan abis, trus ff ini mungkin –mungkin nih ya mungkin– agak gimana gitu waktu awal, melow, selow, galow(?) dan sebagainya, dan bahasanyapun menurut saya lebih rapi… TAPI! bagian akhirnya…….ah, entahlah *pukul diri sendiri*

Kritik dan saran selalu dinanti, saya terima dicaci maki asal nggak nyakitin ati *lah

Enjoy!

Hope you’ll like it! ^^

* * * * *

Malam itu, hujan deras baru saja mengguyur ibukota negara yang baru saja menjadi sorotan karena industri musiknya yang mendunia itu, Seoul. Kendaraan yang awalnya melaju dengan cepat langsung melambatkan lajunya untuk menghindari kecelakaan atau hal-hal yang tidak diinginkan lainnya. Para pejalan kaki memilih berteduh di toko-toko yang ada, dan tidak jarang memilih untuk makan atau minum terlebih dahulu sembari menunggu hujan reda.

Di tengah lengangnya pejalan kaki, seorang gadis cantik dengan riasan mewah berlari menembus hujan. Tidak peduli dengan gaun pengantin putih panjangnya yang kotor dan rusak karena bersentuhan langsung dengan jalanan.

Gadis itu berhenti sebentar, tangan kanannya dengan kasar menghapus make-up yang meriasi wajah cantiknya. Gadis itu menengadahkan wajahnya menghadap langit, berusaha untuk menyamarkan airmatanya yang terus saja turun.

“Sial! Kenapa masih menangis?” Gadis itu kembali mengusap matanya dengan kasar. Berpasang-pasang mata orang yang sedang berteduh mengamati gadis itu keheranan. Salah satu yang mereka pikirkan, gadis itu gila.

“Apa kalian lihat-lihat, hah?! Belum pernah melihat orang yang batal menikah?!” Suara melengking milik gadis itu terdengar jelas ditengah-tengah derasnya hujan. Orang-orang yang melihatnya tadi hanya memasang tampang meremehkan dan kembali menikmati kegiatan mereka, berteduh.

“Laki-laki sialan! Tidak tahu malu! Kurang ajar!” gadis itu tidak henti-hentinya berceloteh, merutuki seseorang yang sudah menghancurkan hari pernikahannya, siapa lagi kalau bukan si pengantin laki-laki itu sendiri?

Hujan mulai mereda, beberapa pejalan kaki memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka yang tertunda tadi. Ada juga yang sudah membeli payung di toserba terdekat dan kembali pulang. Angin malam yang bercampur dengan hujan cukup untuk membuat semua orang menggigil kedinginan, termasuk gadis itu. Bibirnya bergetar menahan dingin, kedua tangannya memeluk dirinya sendiri bermaksud untuk menghangatkan diri. Mungkin ada beberapa orang yang mengasihaninya, tapi bagi pemikiran beberapa orang, untuk apa gadis itu masih berdiri di tengah hujan dan menggunakan gaun pengantin? Kenapa dia tidak pulang dan mengganti pakaian, atau ke karaoke untuk menghilangkan stres?

“Permisi,” gadis itu menoleh ke belakang ketika merasakan ada tangan yang menyentuh bahunya. Dia juga tersadar saat hujan tidak lagi membasahi tubunnya karena terlindungi oleh payung. Seorang laki-laki dengan pakaian pelayan menatap gadis itu dengan tatapan matanya yang dingin.

“Apa?”

“Bisa kau menyingkir dari depan caféku? Kau membuat para pelangganku tidak nyaman.” Gadis itu membelalakkan matanya. Pikirannya tentang ketampanan laki-laki itu musnah seketika, laki-laki itu mengusirnya tanpa mengasihaninya sama sekali.

“Kau mengusirku? Ini kan jalanan umum, apa hakmu mengusirku dari jalanan ini?!” gadis itu menaikkan suaranya, lebih tepatnya dia membentak laki-laki itu. Laki-laki itu menyipitkan matanya, tidak berkata apa-apa dan hanya berlalu masuk ke dalam cafénya tanpa memerdulikan gadis itu lagi.

Baru beberapa langkah laki-laki itu pergi, dingin sudah merasuki tubuh gadis itu sampai tulang-tulangnya seperti ditusuki oleh jarum, sangat dingin. Saat itulah dia berpikir betapa bodoh dirinya, berdiri hujan-hujanan hanya karena menangisi laki-laki yang sudah mencampakkannya tepat dihari pernikahan mereka.

“Tunggu!” Gadis itu mencoba untuk menyusul langkah laki-laki itu. Tanpa menoleh, laki-laki itu hanya mengangguk, sepertinya dia tahu kalau gadis itu ingin masuk ke cafénya untuk menghangatkan diri.

Saat memasuki café, suasana hangat langsung menyambut gadis itu. Memang, beberapa pelanggan yang kebanyakan gadis-gadis muda langsung menatapnya aneh. Seorang pengantin wanita yang sedang main hujan kah?

Gadis itu langsung menduduki kursi yang terletak di pojok kiri café itu. Selain tidak ada yang menempati, di sana juga terlihat terpencil. Cocok untuknya yang tidak sedang ingin mengobrol banyak dengan orang-orang, apalagi yang tidak ia kenali.

Gadis itu memerhatikan pakaiannya yang basah kuyup. Gelungan rambutnya sudah sangat berantakan dan gadis itu tidak mau terlihat bertambah bodoh dengan dandanan itu, dilepasnya tiara kecil yang menghiasi kepalanya dan tidak lupa juga melepaskan beberapa ikatan dan kaitan yang ada di rambutnya. Dia juga melepaskan sarung tangan putih yang ia kenakan dari tadi dengan cepat, lalu menaruhnya kasar ke atas meja.

Pikirannya kembali melayang pada momen beberapa jam yang lalu. Disaat dia masih merasa akan menjadi gadis paling bahagia di dunia karena akan bersanding dengan laki-laki yang dicintainya. Masih lekat diingatannya bagaimana sahabat-sahabatnya mengucapkan selamat sebelum dia menuju altar untuk saling mengucap janji setia. Dia juga masih ingat saat menangis haru dipelukan sang ibu karena akan menjadi istri orang. Saat itu, dia pikir semuanya akan berjalan lancar.

Gadis itu memejamkan matanya, airmata kembali jatuh saat dia teringat akan kejadian yang menyebabkan batalnya pernikahan yang dia nanti-nantikan. Seorang gadis, yang adalah sahabatnya, berteriak tidak terima saat pengantin laki-lakinya akan mengucapkan janji setia. Sahabat gadis itu mengatakan bahwa dia sudah hamil sambil menangis, dan kehamilannya itu adalah hasil dari laki-laki itu. Siapa yang bisa terima kalau laki-laki yang akan menjadi suamimu ternyata sudah membuat orang lain hamil?

Lamunan gadis itu buyar saat dia merasakan aroma khas moccacino di hidungnya. Laki-laki yang mencoba untuk mengusirnya tadi membawa secangkir besar moccacino hangat dan menaruh cangkir itu di meja gadis itu.

“Minumlah dulu.” Gadis itu menatap laki-laki tadi keheranan, ditambah lagi sekarang laki-laki itu langsung duduk di hadapannya.

“Sebenarnya aku ingin mengusirmu, tapi melihat keadaanmu yang menyedihkan seperti ini jadi aku mengizinkanmu untuk masuk caféku, berterima kasihlah.” Laki-laki itu melipat kedua tangannya di meja dan menatap gadis itu santai. Berbanding terbalik dengan ekspresi gadis itu sekarang, wajahnya ditekuk karena kesal dengan kata-kata laki-laki itu.

“Kau kesal? Terserah.” Laki-laki itu berdiri, hendak meninggalkan gadis itu sendirian karena dia rasa bukan tugasnya untuk melayani gadis itu. Lagipula secangkir moccacino gratis sudah lebih dari cukup, menurutnya.

Gadis itu menyandarkan tubuhnya, mulai merasakan dampak dari hujan-hujanan tadi. Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan hanyalah memeluk tubuhnya sendiri, lalu memejamkan mata sejenak untuk melupakan semua hal yang telah terjadi.

Tuk tuk

Gadis itu terbangun saat merasakan ada yang mengetuk keningnya pelan. Laki-laki tadi. Membawa pakaian dan handuk dan langsung meletakkan kedua benda tersebut di meja. Mungkin meninggalkan orang yang terlihat menyedihkan begitu saja bukan termasuk sifat aslinya.

“Ganti. Kamar mandi ada di sana, dan tolong langsung jaga kasir saat kau sudah selesai, mengerti?” laki-laki itu tersenyum sekilas sebelum meninggalkan gadis tadi dalam kebingungan. Beberapa saat yang lalu laki-laki ini terlihat kejam, dan sekarang terlihat sangat manis dengan senyumnya.

Dengan cepat gadis itu menuju kamar mandi dan berganti pakaian, sedikit pas dengan ukuran tubuhnya yang tidak terlalu tinggi. Baju pengantin…ah, gadis itu tidak peduli lagi, bahkan jika ada yang ingin mengambil baju pengantin basah itu lalu memakainya pun dia tidak peduli. Setidaknya baju pegawai kasir lebih membuatnya hangat kali ini.

“Jadi, aku harus menjaga kasir? Atau laki-laki tadi hanya bercanda?” gadis itu menepuk-nepuk pipinya pelan. Merasa sangat menyedihkan karena sampai dikasihani oleh seorang pegawai café seperti laki-laki tadi.

Sebelum keluar, gadis itu menoleh sekali lagi ke arah tempat sampah, tempat dia menaruh baju pengantinnya tadi.

“Kau cantik, sayangnya bukan untuk hari ini.”

———————————————–

“Sudah selesai? Apa di kamar mandi ada konser?” gadis itu berdiri di samping laki-laki tadi. Sikap menyebalkannya kembali terlihat saat melihat gadis itu kembali. Gadis itu hanya menghela nafas, harus mengatur kata-kata yang keluar karena dia memiliki hutang budi dengan laki-laki di sampingnya ini.

“Terima kasih sudah meminjamkan baju ini. Akan aku kembalikan besok.” Gadis itu menunduk saat laki-laki tadi baru saja ingin mengatakan sesuatu.

“Tentu saja. Sudah seharusnya kau kembalikan…” kalimat laki-laki itu menggantung, sama seperti tatapan matanya yang menatap gadis itu. Tidak ada dalam pikirannya kalau gadis yang terlihat manis saat mengenakan pakaian pengantin akan terlihat lebih baik dengan pakaian penjaga kasir. Ah, mungkin hanya karena dia tidak menangis, pikir laki-laki itu.

Laki-laki itu membersihkan tenggorokannya sebelum pikiran lain yang menguasai. Ada cara agar tidak terlihat gugup di depan seorang gadis yang selalu kau ejek daritadi?

“Ehm.” Gadis itu menoleh, mengalihkan perhatiannya dari tombol-tombol angka yang ada di meja kasir. Memerhatikan laki-laki di sampingnya ini dengan raut wajah kebingungan.

“Ne? ada apa?”

“U-untuk memastikan kalau kau akan mengembalikan seragam itu… a-aku harus meminta alamat rumahmu…dan nomor handphone-mu.” Gadis itu mengangkat kedua alisnya. Bukan hal yang mengherankan jika ada orang yang ingin barangnya aman dan pasti dikembalikan, tapi letak café ini tidak terlalu sulit untuk ditemukan dan sudah pasti gadis itu tidak akan tersesat saat akan mengembalikan.

“Aku ingat letak café ini.”

“Aku tidak bisa mengambil resiko karena kau akan sakit dan janjimu untuk mengembalikan besok tidak kau tepati. Pegawai yang memiliki seragam ini akan repot kalau begitu…” lagi-lagi laki-laki itu menggantungkan kalimatnya. Otaknya bekerja lebih lambat kali ini. Sulit mengatur kata-kata yang baik dan ekspresi yang benar.

“Baiklah, tapi…kenapa aku harus sakit?”

“Karena kau meminum air hujan tadi. Sekarang tidak usah mengelak karena aku takut kau tidak mengembalikan seragam kami dan…namamu?”

“Apa seragam ini terbuat dari sutra?! Aku pasti akan mengembalikannya, Tuan…ng… Tuan…”

“Baekhyun. Byun Baekhyun. Namamu?” Baekhyun tersenyum saat wajah kesal gadis itu berubah kebingungan karena tidak tahu namanya. Gadis itu hanya menghembuskan nafasnya kuat, bertambah kesal karena merasa malu dengan apa yang dilakukannya.

“Aku pasti mengembalikan seragam ini, Tuan Byun.”

“Namamu?”

“Kenapa kau memak—-“

“Na.ma.mu?” gadis itu melipat kedua tangannya di depan dada. Agak sedikit malas untuk menyebutkan namanya karena laki-laki yang bernama Baekhyun ini terlalu memaksanya. Sudah termasuk beruntung karena bisa memiliki alamat dan nomor pribadinya, kan?

“Aku harus memastikan kalau kau tidak berbohong saat aku menghub—“

“LEE SUNGRA! Puas?!”

“Puas. Sangat puas. Nah, kembali bekerja. Kau pikir baju ini gratis?” laki-laki itu tersenyum, merasa menang atas debat tidak penting yang dia ciptakan tadi.

Apa ada buku yang memuat tentang bagaimana menarik perhatian seorang gadis patah hati? Karena sepertinya laki-laki ini akan sangat membutuhkannya.

* * * * *